KPK Periksa 6 Saksi Terkait Kasus Suap Bupati Kutai
Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. Foto: MI/Arya
Jakarta (Lampost.co) -- Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa enam saksi terkait kasus dugaan
suap dan gratifikasi yang melibatkan Bupati Kutai Kertanegara Rita
Widyasari (RIW).
Sala satu saksi yang diperiksa adalah dokter Nurliana Adriati Noor dan lima orang dari pihak swasta yaitu Fitri Junaidi, Refki, Rifando, Budi Mulyanto serta Muhammad Nasirudin.
"Mereka diperiksa untuk tersangka RIW," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa 28 November 2017.
Febri mengatakan, selain melakukan pemeriksaan di Markas Antirasuah, penyidik juga memeriksa saksi lain di daerah, salah satunya di Polres Kutai Kertanegara.
"Untuk kasus gratifikasi tersangka RIW, kami banyak melakukan pemeriksaan di daerah, Polres Kukar. Ada juga pemeriksaan di kantor KPK," pungkasnya.
Sepanjang proses penyidikan KPK telah menghadirkan sejumlah saksi ke ruang penyidikan. Mereka yang diperiksa terdiri dari sejumlah unsur, termasuk perusaan besar di antaranya Direktur PT Tower Bersama Budianto Purwahjo dan Direktur Utama PT Solusi Tunas Pratama Tbk Nobel Tanihaha.
Kedua perusahaan ini diketahui bergerak dibidang penyedia tower telekomunikasi. Rita sendiri dijerat dalam dua perkara rasuah. Pertama, Rita ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin.
Rita dan Khairudin diduga telah menerima gratifikasi hampir Rp7 miliar berkaitan dengan sejumlah proyek di Kukar. Atas perbuatannya, Rita dan Khairudin dijerat Pasal 12 huruf B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Kemudian, Rita bersama Direktur PT Sawir Golden Prima (SGP) Hery Susanto Gun sebagai tersangka suap pemberian izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Muara Kaman. Dalam kasus itu, Rita diduga menerima suap dari Susanto.
Rita selaku penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, HSG selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sala satu saksi yang diperiksa adalah dokter Nurliana Adriati Noor dan lima orang dari pihak swasta yaitu Fitri Junaidi, Refki, Rifando, Budi Mulyanto serta Muhammad Nasirudin.
"Mereka diperiksa untuk tersangka RIW," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa 28 November 2017.
Febri mengatakan, selain melakukan pemeriksaan di Markas Antirasuah, penyidik juga memeriksa saksi lain di daerah, salah satunya di Polres Kutai Kertanegara.
"Untuk kasus gratifikasi tersangka RIW, kami banyak melakukan pemeriksaan di daerah, Polres Kukar. Ada juga pemeriksaan di kantor KPK," pungkasnya.
Sepanjang proses penyidikan KPK telah menghadirkan sejumlah saksi ke ruang penyidikan. Mereka yang diperiksa terdiri dari sejumlah unsur, termasuk perusaan besar di antaranya Direktur PT Tower Bersama Budianto Purwahjo dan Direktur Utama PT Solusi Tunas Pratama Tbk Nobel Tanihaha.
Kedua perusahaan ini diketahui bergerak dibidang penyedia tower telekomunikasi. Rita sendiri dijerat dalam dua perkara rasuah. Pertama, Rita ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin.
Rita dan Khairudin diduga telah menerima gratifikasi hampir Rp7 miliar berkaitan dengan sejumlah proyek di Kukar. Atas perbuatannya, Rita dan Khairudin dijerat Pasal 12 huruf B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Kemudian, Rita bersama Direktur PT Sawir Golden Prima (SGP) Hery Susanto Gun sebagai tersangka suap pemberian izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Muara Kaman. Dalam kasus itu, Rita diduga menerima suap dari Susanto.
Rita selaku penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, HSG selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Berita Terpopuler hari ini 28 November 2017 :
Karena pecah ban, Terios hantam pembatas jalan ZA Pagar Alam
Elpiji langka, Pertamina tindak tegas agen yang bandel
Polisi ringkus penyalahgunaan narkoba di Kampung Gunung Sangkaran
ASDP siapkan 56 kapal feri sambut tahun baru
Pemprov beri insentif TKS kesehatan
Komentar
Posting Komentar